Pria Bisa Alergi dengan Sperma Sendiri
Sindrom misterius menyebabkan pria bisa terserang flu setiap kali orgasme. Penyebabnya tak lain adalah alergi terhadap spermanya sendiri dan hanya bisa diatasi dengan imunoterapi yang memakan waktu cukup lama yakni sekitar 5 tahun.
Post orgasmic illness syndrome (POIS) atau sindrom penyakit setelah orgasme ditandai dengan munculnya gejala-gejala mirip flu setiap kali mengalami orgasme dab bisa berlangsung hingga sepekan. Di antaranya demam tinggi, hidung meler dan mata pedas.
Penyebabnya adalah kelainan autoimun yang memicu reaksi yang tidak diharapkan ketika terlibat kontak dengan sperma sendiri. Kelainan ini hanya bisa diatasi dengan terapi hipersensitisasi, yakni menyuntikkan sperma sendiri dalam tingkat pengenceran tertentu selama kurang lebih 5 tahun.
Meski beberapa jurnal ilmiah telah mencatat kasus-kasus semacam ini sejak tahun 2002, hingga kini belum banyak penelitian yang mendalami POIS. Pasalnya, kebanyakan pria merasa malu jika harus memeriksakan diri saat mengalami gejala tersebut.
Penelitian terbaru tentang POIS dilakukan belum lama ini oleh Prof Marcel Waldinger, ahli farmakologi seksual dari Utrecht University di Belanda. Dalam penelitian tersebut, ia melibatkan 45 pria dewasa yang didiagnosis menderita POIS.
"Saat diminta melakukan masturbasi, para partisipan masih baik-baik saja. Gejala itu baru muncul setelah mengalami ejakulasi, beberapa pria mengalaminya kurang dari 1 menit kemudian," ungkap Prof Waldinger seperti dikutip dari Reuters.
Hasil pemeriksaan pada 33 partisipan yang setuju menjalani skin-prick test menunjukkan 29 pria atau 88 persen di antaranya mengalami gejala yang mengindikasikan reaksi autoimun. Mekanisme terjadinya reaksi ini hampir sama dengan reaksi alergi pada umumnya, hanya sedikit lebih parah.
Temuan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemberian imunoterapi yang dinamakan terapi hipersensitisasi. Caranya dengan mengencerkan sperma hingga kadar tertentu, lalu menyuntikkannya secara teratur di bawah permukaan kulit.
"Prosesnya sangat lambat. Beberapa ada yang sudah membaik dalam 1-3 tahun, namun ada juga yang sampai 5 tahun," tambah Prof Waldinger.
Sindrom misterius menyebabkan pria bisa terserang flu setiap kali orgasme. Penyebabnya tak lain adalah alergi terhadap spermanya sendiri dan hanya bisa diatasi dengan imunoterapi yang memakan waktu cukup lama yakni sekitar 5 tahun.
Post orgasmic illness syndrome (POIS) atau sindrom penyakit setelah orgasme ditandai dengan munculnya gejala-gejala mirip flu setiap kali mengalami orgasme dab bisa berlangsung hingga sepekan. Di antaranya demam tinggi, hidung meler dan mata pedas.
Penyebabnya adalah kelainan autoimun yang memicu reaksi yang tidak diharapkan ketika terlibat kontak dengan sperma sendiri. Kelainan ini hanya bisa diatasi dengan terapi hipersensitisasi, yakni menyuntikkan sperma sendiri dalam tingkat pengenceran tertentu selama kurang lebih 5 tahun.
Meski beberapa jurnal ilmiah telah mencatat kasus-kasus semacam ini sejak tahun 2002, hingga kini belum banyak penelitian yang mendalami POIS. Pasalnya, kebanyakan pria merasa malu jika harus memeriksakan diri saat mengalami gejala tersebut.
Penelitian terbaru tentang POIS dilakukan belum lama ini oleh Prof Marcel Waldinger, ahli farmakologi seksual dari Utrecht University di Belanda. Dalam penelitian tersebut, ia melibatkan 45 pria dewasa yang didiagnosis menderita POIS.
"Saat diminta melakukan masturbasi, para partisipan masih baik-baik saja. Gejala itu baru muncul setelah mengalami ejakulasi, beberapa pria mengalaminya kurang dari 1 menit kemudian," ungkap Prof Waldinger seperti dikutip dari Reuters.
Hasil pemeriksaan pada 33 partisipan yang setuju menjalani skin-prick test menunjukkan 29 pria atau 88 persen di antaranya mengalami gejala yang mengindikasikan reaksi autoimun. Mekanisme terjadinya reaksi ini hampir sama dengan reaksi alergi pada umumnya, hanya sedikit lebih parah.
Temuan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemberian imunoterapi yang dinamakan terapi hipersensitisasi. Caranya dengan mengencerkan sperma hingga kadar tertentu, lalu menyuntikkannya secara teratur di bawah permukaan kulit.
"Prosesnya sangat lambat. Beberapa ada yang sudah membaik dalam 1-3 tahun, namun ada juga yang sampai 5 tahun," tambah Prof Waldinger.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo