Y3hoo™

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Forum Gaul dan Informasi

INFO UNTUK ANDA

Y3hoo Ada di Facebook

Share Y3hoo ke Twitter

Follow Me

Image hosted by servimg.com

Y3hoo Mailing List

Enter Your Email Address:

Latest topics

» Apa Itu Dejavu
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo

» Tentang Tisu Magic
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta

» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta

» Cara Mengetahui IP address Internet
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia

» Angleng dan Wajit
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta

» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade

» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade

» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo

» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Malaria tanpa kina Icon_minitime1Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo

IKLAN ANDA


    Malaria tanpa kina

    mata_dewa
    mata_dewa


    122
    01.04.10

    Malaria tanpa kina Empty Malaria tanpa kina

    Post  mata_dewa Mon Jun 21, 2010 11:33 am

    Malaria tanpa kina

    Penyakit yang mengundang gigil ini makin bandel. Malaria, lima besar penyebab kematian di wilayah timur Indonesia. PABRIK pembuat pil kina agaknya bakal gulung tikar. Pasalnya, vaksin antimalaria, yang lebih ampuh dibandingkan pil kina dalam melawan malaria, ditemukan Dr. Manuel Patorroyo. Ia seorang peneliti dari Universitas Nasional Colombia, Amerika Selatan. Perang melawan malaria memang belum usai. Menurut majalah The Economist yang memuat laporan penemuan Patorroyo dalam edisi 2 Maret lalu itu, di Afrika saja dalam setahun lebih dari sejuta penduduknya meninggal akibat penyakit ini. Sebagian besar yang bernasib fatal adalah anak-anak. Penyakit yang ditularkan lewat sengatan nyamuk anofeles itu seolah sudah kehabisan lawan yang berarti. Apalagi pelbagai obat yang mengandalkan kina sebagai ramuan utamanya semakin tidak berdaya. Ini diakui pula oleh dr. Suriadi Gunawan, M.P.H. Menurut Kepala Pusat Penelitian Penyakit Menular (KP3M) Departemen Kesehatan itu, parasit malaria kini memperlihatkan kekebalannya terhadap kina. Malaria juga kebal terhadap obat yang mengandung klorokium -- suatu jenis obat sintetis -- meski dosisnya ditambah. Fansidar atau obat yang mengandung sulfa yang selama ini banyak dipakai malah sudah tak ampuh menghadapi sengatan malaria. Kabar buruk ini terus berkelanjutan. Sedangkan upaya mencegah berjangkitnya malaria, dengan membasmi sejak dari sarangnya, yakni ketika masih jentik-jentik, belum pula memberi hasil menggembirakan. DDT, yang biasanya ikut digunakan, ternyata juga tak mempan, dan akhirnya terpaksa ditinggalkan. "Nyamuk malaria memang mampu menyesuaikan kondisi perilaku dan cara berkembangnya menjadi serangga yang susah dibasmi," kata Manuel Patarroyo. Ini artinya ancaman berjangkitnya malaria masih merupakan hal yang serius. Karena itu, ia mencari cara baru dengan menciptakan pembasmi penyakit daerah tropis ini, tetapi tanpa menggunakan bahan kina. Patarroyo lalu memilih mengembangkan penggunaan vaksin, cairan yang berisi bibit penyakit malaria yang sudah dilemahkan. Ia, yang setelah bertahun-tahun melakukan penelitian, menuntunnya ke dalam upaya pemisahan empat jenis protein yang terdapat dalam parasit malaria, sehingga dapat digunakan untuk vaksin. Jika ke dalam tubuh seorang penderita malaria dimasukkan vaksin itu, sistem kekebalan tubuhnya seakan "dipancing" oleh parasit yang sudah dilemahkan tadi. Dengan demikian, otomatis antibodi atau sistem kekebalan tubuhnya akan memberi reaksi yang cepat ketika parasit malaria sekonyong datang. Sewaktu dilakukan percobaan di Colombia, vaksin Patarroyo itu membuahkan hasil yang menggembirakan. Para sukarelawan yang disuntik vaksin ternyata 80% menunjukkan reaksi kekebalan. Meskipun ada pendapat yang meragukan kemujaraban obat ini, toh beberapa negara Amerika Selatan lainnya mengakui keampuhan penemuan Patarroyo tersebut. Karena itu, ia yakin usahanya akan membawa sukses sebagai alat perang melawan malaria. Patarroyo tak sendirian. Di Australia, Amerika Serikat, dan Belanda, misalnya, juga sudah dilakukan riset untuk penemuan vaksin dimaksud. Bahkan di London pertengahan bulan ini sebuah seminar tentang vaksinasi dan malaria, yang diikuti utusan dari berbagai negara, dilangsungkan. Sebenarnya, sejak 1987 beberapa ahli di AS melakukan percobaan menggunakan vaksin malaria yang diberi nama FSV-1. Vaksin ini dibuat dari perbanyakan sel circumsporozoite (CS) dari plasmodium falsiparum, penyebab penyakit malaria dan rekombinan protein CS pada E. coli. Dalam percobaan kepada 15 sukarelawan yang diberi vaksin sebanyak 10 sampai 80 mikrogam, 12 di antaranya menunjukkan hasil memuaskan. Sementara itu, di Indonesia, pihak Departemen Kesehatan sedang melakukan riset bersama dengan Army Medical Institute, AS. Percobaan tadi dikhususkan untuk menerapkan pemakaian vaksin malaria sporozoite -- nama parasit malaria pada stadium awal perkembangannya. Tetapi hasilnya belum diketahui, karena baru sampai pada tahap mencari daerah yang cocok bagi penelitiannya. Maka, Suriadi Gunawan mengingatkan, "Setahu saya, penerapan vaksin malaria masih belum membuahkan hasil yang memuaskan." Indonesia, yang mempunyai daerah-daerah konsentrasi penyakit malaria, layak banyak berharap atas penemuan tersebut. Wilayah yang bisa dikatakan aman baru Jawa dan Bali. Karena di dua pulau itulah pernah dilakukan pembasmian nyamuk malaria secara intensif dan tuntas. Melalui bantuan USAID, sejak 1959 sampai 1964 wabah penyakit ini sudah diusahakan ditekan. Sehingga, saat itu, dari 10.000 penduduk hanya tercatat seorang sebagai penderita malaria. Ketika menjelang akhir Bung Karno berkuasa, penanggulangan malaria sudah kurang diperhatikan, karena Presiden RI pertama itu bahkan mengusir semua bantuan yang berasal dari AS. Akibatnya, penyakit ini meningkat kembali. Sampai saat ini, khususnya untuk Indonesia bagian timur, penyakit yang membuat penderitanya sering menggigil ini tergolong dalam lima besar penyebab kematian. Dari jumlah angka kematian per tahun (kurang lebih 400 ribu) di wilayah itu, 10% disebabkan oleh serangan malaria.

      Waktu sekarang Fri Nov 15, 2024 8:12 pm