Penderita Kanker Lebih Percaya 'Orang Pintar'
Tidak bisa dipungkiri, beberapa pasien lebih mempercayakan pengobatan kanker kepada 'orang pintar' dibandingkan dokter. Baru setelah terapi alternatifnya gagal, pasien kembali lagi ke dokter dalam kondisi yang sudah terlanjur parah.
Akibatnya terapi dengan obat moderen menjadi lebih sulit dilakukan karena kanker yang dideritanya terlanjur memasuki stadium lanjut. Andai diterapi sejak awal, peluang untuk sembuh atau minimal bisa dikendalikan tentu lebih besar karena kondisinya belum terlalu parah.
Kendala ini diakui oleh pakar kanker, Dr Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP dalam acara penyerahan bantuan dari Jakarta Run Against Cancer Everyone (RACE) untuk Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di Hotel Four Seasons Jakarta yang dikutik detikhealth.
"Seringkali pasien datang ke dokter dengan kanker stadium 2, tapi kemudian menghilang dan salah satunya berobat ke 'orang pintar'. Setelah gagal di 'orang pintar', baru datang lagi ke dokter yang 'tidak terlalu pintar' dengan kondisi kanker yang sudah terlanjur parah," kata Dr Aru.
Mengenai terapi alternatif untuk kanker sendiri, Dr Aru mengaku kurang setuju dan tidak menganjurkan karena istilah terapi alternatif berarti menghilangkan terapi utama yakni dengan obat-obatan moderen lalu menggantinya dengan jenis terapi lain yang belum terbukti kemanjuran dan keamanannya secara ilmiah.
Ia lebih setuju jika terapi alternatif yang umumnya menggunakan herbal itu diposisikan sebagai terapi komplementer, yakni pelengkap terapi utamanya. Itupun tidak boleh sembarangan, karena harus tetap dikonsultasikan dengan dokter untuk mengantisipasi kemungkinan interaksi dengan obat.
"Meski katanya ada yang sembuh dari kanker meski cuma mengkonsumsi herbal, terapi utama sebaiknya jangan dihilangkan sama sekali. Memang benar ada yang sembuh, bahkan yang tidak diobati sama sekali juga ada yang sembuh sendiri tapi persentasenya tentu sangat kecil," tambah Dr Aru.
Selain herbal, suplemen-suplemen makanan seperti antioksidan serta beta karoten sebaiknya dikonsumsi dengan hati-hati oleh penderita kanker. Menurutnya sesuatu yang bermanfaat bagi orang sehat, bisa saja memberikan efek negatif ketika dikonsumsi bersama dengan obat-obat kemoterapi.
"Suplemen antioksidan misalnya, sebenarnya bisa bikin badan makin sehat. Tapi kalau diminum bersama-sama dengan obat kemoterapi, sel-sel kankernya jadi ikut sehat," kata Dr Aru.
Meski dalam kondisi sehat antioksidan bisa melawan radikal bebas pemicu kanker, namun Dr Aru tidak menganjurkan suplemen tersebut untuk diberikan bersama obat-obat kanker. Demikian juga pada perokok, suplemen antioksidan justru bisa menginduksi atau memicu pertumbuhan sel kanker.
Tidak bisa dipungkiri, beberapa pasien lebih mempercayakan pengobatan kanker kepada 'orang pintar' dibandingkan dokter. Baru setelah terapi alternatifnya gagal, pasien kembali lagi ke dokter dalam kondisi yang sudah terlanjur parah.
Akibatnya terapi dengan obat moderen menjadi lebih sulit dilakukan karena kanker yang dideritanya terlanjur memasuki stadium lanjut. Andai diterapi sejak awal, peluang untuk sembuh atau minimal bisa dikendalikan tentu lebih besar karena kondisinya belum terlalu parah.
Kendala ini diakui oleh pakar kanker, Dr Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP dalam acara penyerahan bantuan dari Jakarta Run Against Cancer Everyone (RACE) untuk Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di Hotel Four Seasons Jakarta yang dikutik detikhealth.
"Seringkali pasien datang ke dokter dengan kanker stadium 2, tapi kemudian menghilang dan salah satunya berobat ke 'orang pintar'. Setelah gagal di 'orang pintar', baru datang lagi ke dokter yang 'tidak terlalu pintar' dengan kondisi kanker yang sudah terlanjur parah," kata Dr Aru.
Mengenai terapi alternatif untuk kanker sendiri, Dr Aru mengaku kurang setuju dan tidak menganjurkan karena istilah terapi alternatif berarti menghilangkan terapi utama yakni dengan obat-obatan moderen lalu menggantinya dengan jenis terapi lain yang belum terbukti kemanjuran dan keamanannya secara ilmiah.
Ia lebih setuju jika terapi alternatif yang umumnya menggunakan herbal itu diposisikan sebagai terapi komplementer, yakni pelengkap terapi utamanya. Itupun tidak boleh sembarangan, karena harus tetap dikonsultasikan dengan dokter untuk mengantisipasi kemungkinan interaksi dengan obat.
"Meski katanya ada yang sembuh dari kanker meski cuma mengkonsumsi herbal, terapi utama sebaiknya jangan dihilangkan sama sekali. Memang benar ada yang sembuh, bahkan yang tidak diobati sama sekali juga ada yang sembuh sendiri tapi persentasenya tentu sangat kecil," tambah Dr Aru.
Selain herbal, suplemen-suplemen makanan seperti antioksidan serta beta karoten sebaiknya dikonsumsi dengan hati-hati oleh penderita kanker. Menurutnya sesuatu yang bermanfaat bagi orang sehat, bisa saja memberikan efek negatif ketika dikonsumsi bersama dengan obat-obat kemoterapi.
"Suplemen antioksidan misalnya, sebenarnya bisa bikin badan makin sehat. Tapi kalau diminum bersama-sama dengan obat kemoterapi, sel-sel kankernya jadi ikut sehat," kata Dr Aru.
Meski dalam kondisi sehat antioksidan bisa melawan radikal bebas pemicu kanker, namun Dr Aru tidak menganjurkan suplemen tersebut untuk diberikan bersama obat-obat kanker. Demikian juga pada perokok, suplemen antioksidan justru bisa menginduksi atau memicu pertumbuhan sel kanker.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo