Menkes Jelaskan Kontroversi Sunat Perempuan
Sejumlah elemen masyarakat mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsing mencabut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Aturan itu dinilai melegitimasi praktek tersebut.
Menjawab soal itu, Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih mengklarifikasi bahwa, Permenkes yang dikeluarkan sejak tahun lalu itu justru untuk kepentingan perempuan.
Hal itu disampaikan usai memberikan orasi ilmiah di kampus Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan. "Mengapa Permenkes itu dibuat, sama sekali bukan dengan maksud menindas, justru ini untuk melindungi anak perempuan," kata Endang Rahayu di Makassar.
Ia juga membantah anggapan sejumlah pihak, jika Permenkes itu merupakan legalisasi terhadap sunat perempuan. Dijelaskannya, fenomena masyarakat Indonesia saat ini adalah, yang melakukan sunat itu bukan petugas kesehatan, petugas para medis. Melainkan umumnya dilakukan oleh dukun sehingga mungkin saja terjadi infeksi, pendarahan atau kelebihan memotong. "Hal-hal seperti itu yang mesti di atur, makanya keluar Permenkes itu," ujar Menteri Endang lagi.
Nantinya, yang bisa melakukan sunat perempuan adalah tim kesehatan, dokter, perawat, bidan. "Itupun yang bisa dilakukan hanya menggores dengan jarum steril," dia menambahkan.
Seperti diketahui, dalam Permenkes, disebut secara rinci, bahwa sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan atau perawat yang memiliki izin kerja. Sebisa mungkin, tenaga kesehatan yang dimaksud berjenis kelamin perempuan.
Bagian yang dipotong tak boleh sembarangan, bahkan sebenarnya tidak ada bagian dari alat kelamin perempuan yang boleh dipotong. Sunat yang diizinkan hanya berupa goresan kecil pada kulit bagian depan yang menutupi klitoris (frenulum klitoris).
Sunat perempuan tidak boleh dilakukan dengan cara mengkaterisasi atau membakar klitoris. Goresan juga tidak boleh melukai atau merusak klitoris, apalagi memotong seluruhnya.
Bagian lain yang tidak boleh dirusak atau dilukai dalam sunat perempuan adalah bibir dalam maupun bibir luar pada alat kelamin perempuan. Hymen atau selaput dara juga termasuk bagian yang tidak boleh dirusak dalam prosedur sunat perempuan.
Sunat perempuan hanya boleh dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang bersangkutan dengan izin dari orangtua atau walinya. Petugas yang menyunat juga wajib menginformasikan kemungkinan terjadinya perdarahan, infeksi dan rasa nyeri.
Sejumlah elemen masyarakat mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsing mencabut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Aturan itu dinilai melegitimasi praktek tersebut.
Menjawab soal itu, Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih mengklarifikasi bahwa, Permenkes yang dikeluarkan sejak tahun lalu itu justru untuk kepentingan perempuan.
Hal itu disampaikan usai memberikan orasi ilmiah di kampus Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan. "Mengapa Permenkes itu dibuat, sama sekali bukan dengan maksud menindas, justru ini untuk melindungi anak perempuan," kata Endang Rahayu di Makassar.
Ia juga membantah anggapan sejumlah pihak, jika Permenkes itu merupakan legalisasi terhadap sunat perempuan. Dijelaskannya, fenomena masyarakat Indonesia saat ini adalah, yang melakukan sunat itu bukan petugas kesehatan, petugas para medis. Melainkan umumnya dilakukan oleh dukun sehingga mungkin saja terjadi infeksi, pendarahan atau kelebihan memotong. "Hal-hal seperti itu yang mesti di atur, makanya keluar Permenkes itu," ujar Menteri Endang lagi.
Nantinya, yang bisa melakukan sunat perempuan adalah tim kesehatan, dokter, perawat, bidan. "Itupun yang bisa dilakukan hanya menggores dengan jarum steril," dia menambahkan.
Seperti diketahui, dalam Permenkes, disebut secara rinci, bahwa sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan atau perawat yang memiliki izin kerja. Sebisa mungkin, tenaga kesehatan yang dimaksud berjenis kelamin perempuan.
Bagian yang dipotong tak boleh sembarangan, bahkan sebenarnya tidak ada bagian dari alat kelamin perempuan yang boleh dipotong. Sunat yang diizinkan hanya berupa goresan kecil pada kulit bagian depan yang menutupi klitoris (frenulum klitoris).
Sunat perempuan tidak boleh dilakukan dengan cara mengkaterisasi atau membakar klitoris. Goresan juga tidak boleh melukai atau merusak klitoris, apalagi memotong seluruhnya.
Bagian lain yang tidak boleh dirusak atau dilukai dalam sunat perempuan adalah bibir dalam maupun bibir luar pada alat kelamin perempuan. Hymen atau selaput dara juga termasuk bagian yang tidak boleh dirusak dalam prosedur sunat perempuan.
Sunat perempuan hanya boleh dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang bersangkutan dengan izin dari orangtua atau walinya. Petugas yang menyunat juga wajib menginformasikan kemungkinan terjadinya perdarahan, infeksi dan rasa nyeri.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo