Aku Merindukan Anakku
Aku ingin sekali menebus kesalahanku. Aku ingin menjadi wanita kuat, tapi aku tak tahu bagaimana caranya.
Sebulan terakhir ini aku kehilangan arah dan tujuan hidup. Aku berusaha untuk berdoa, namun entah kenapa jiwaku masih tertekan.
Aku menjalin hubungan dengan pria sebut saja namanya Ade selama dua tahun. Aku sudah bekerja, sedangkan ia tengah melanjutkan studi S2 di salah satu universitas ternama.
Sejak awal, sudah banyak kebohongan yang dia ucapkan. Berulangkali sakit hati tapi aku tetap bertahan karena aku sangat mencintainya dan ia berjanji untuk setia dan menikahiku.
Mei 2011, aku mengetahui diriku sudah hamil lima minggu. Aku lalu memberitahukannya kepada Ade. Namun ia memintaku untuk menggugurkan kandungan. Aku menolak dan kami bertengkar. Ketika bertengkar, aku memukul dan memaki-makinya, juga memukul-mukul diri sendiri.
Aku marah, kecewa, mengapa orang yang sangat kusayangi tega mengusulkan solusi seperti itu. Aku mengatakan akan memberitahukan kehamilan itu kepada orangtuaku. Sejak itu, Ade memutuskan komunikasinya denganku. Ia pindah tempat tinggal, ganti nomor HP, dan tidak bisa dilacak keberadaannya.
Aku memutuskan untuk mencari orangtuanya. Namun ternyata, orangtuanya tidak bersedia menemuiku. Justru, orangtuanya yang meminta Ade untuk memutuskan komunikasi denganku. Aku tidak tahu apa saja yang sudah dikatakannya pada orangtuanya.
Aku hancur dan kecewa. Ternyata pria yang menjadi pilihanku adalah orang yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mencintaiku.
Dengan hati hancur, aku menggugurkan kandungan yang sudah berusia 16 minggu pada 8 Juli 2011. Namun sampai detik ini, aku terus dihantui perasaan bersalah, sedih, dan merasa ditinggalkan. Aku tidak bisa bekerja dan tidak bisa bersosialisasi dengan org lain. Kemudian, aku mengajukan resign ke perusahaan tempat bekerja karena tidak mampu melakukan pekerjaan dengan baik.
Setiap hari, aku terbangun pukul tiga dini hari, bermimpi dikejar-kejar rasa bersalah karena sudah melakukan aborsi, terbangun menangis merindukan kehadiran bayi itu dan ketakutan. Bila ada yang salah membiarkan anak itu mati adalah aku sendiri. Ia hidup di dalam tubuhku. Kalau aku perempuan hebat, aku tidak akan membiarkan dia mati, apapun yang terjadi. Hanya saja aku tidak punya cukup nyali untuk melakukannya.
Aku ingin sekali menebus kesalahanku. Aku ingin menjadi wanita kuat, tapi aku tak tahu bagaimana caranya.
Sebulan terakhir ini aku kehilangan arah dan tujuan hidup. Aku berusaha untuk berdoa, namun entah kenapa jiwaku masih tertekan.
Aku menjalin hubungan dengan pria sebut saja namanya Ade selama dua tahun. Aku sudah bekerja, sedangkan ia tengah melanjutkan studi S2 di salah satu universitas ternama.
Sejak awal, sudah banyak kebohongan yang dia ucapkan. Berulangkali sakit hati tapi aku tetap bertahan karena aku sangat mencintainya dan ia berjanji untuk setia dan menikahiku.
Mei 2011, aku mengetahui diriku sudah hamil lima minggu. Aku lalu memberitahukannya kepada Ade. Namun ia memintaku untuk menggugurkan kandungan. Aku menolak dan kami bertengkar. Ketika bertengkar, aku memukul dan memaki-makinya, juga memukul-mukul diri sendiri.
Aku marah, kecewa, mengapa orang yang sangat kusayangi tega mengusulkan solusi seperti itu. Aku mengatakan akan memberitahukan kehamilan itu kepada orangtuaku. Sejak itu, Ade memutuskan komunikasinya denganku. Ia pindah tempat tinggal, ganti nomor HP, dan tidak bisa dilacak keberadaannya.
Aku memutuskan untuk mencari orangtuanya. Namun ternyata, orangtuanya tidak bersedia menemuiku. Justru, orangtuanya yang meminta Ade untuk memutuskan komunikasi denganku. Aku tidak tahu apa saja yang sudah dikatakannya pada orangtuanya.
Aku hancur dan kecewa. Ternyata pria yang menjadi pilihanku adalah orang yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mencintaiku.
Dengan hati hancur, aku menggugurkan kandungan yang sudah berusia 16 minggu pada 8 Juli 2011. Namun sampai detik ini, aku terus dihantui perasaan bersalah, sedih, dan merasa ditinggalkan. Aku tidak bisa bekerja dan tidak bisa bersosialisasi dengan org lain. Kemudian, aku mengajukan resign ke perusahaan tempat bekerja karena tidak mampu melakukan pekerjaan dengan baik.
Setiap hari, aku terbangun pukul tiga dini hari, bermimpi dikejar-kejar rasa bersalah karena sudah melakukan aborsi, terbangun menangis merindukan kehadiran bayi itu dan ketakutan. Bila ada yang salah membiarkan anak itu mati adalah aku sendiri. Ia hidup di dalam tubuhku. Kalau aku perempuan hebat, aku tidak akan membiarkan dia mati, apapun yang terjadi. Hanya saja aku tidak punya cukup nyali untuk melakukannya.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo