Isi Perut Dapat Menentukan Pikiran dan Suasana Hati
Ungkapan bahwa logistik pengisi perut dapat menentukan logika berpikir tampaknya bukan sekedar lelucon saat rasa lapar mulai mengusik konsentrasi. Penelitian membuktikan, segala sesuatu di dalam perut benar-benar mempengaruhi kerja otak.
Para peneliti dari McMaster University di Kanada membuktikan, berbagai jenis makanan khususnya yang mengandung probiotik dapat mengubah keseimbangan mikroba alami di dalam perut. Perubahan yang terjadi pada koloni mikroba berdampak pada produksi hormon dan enzim, sehingga mempengaruhi otak.
Pengaruhnya pada otak tidak terbatas pada kemampuan berpikir saja, namun kadang-kadang turut menentukan perilaku dan suasana hati. Dugaan ini cukup berdasar, sebab selama ini para ilmuwan banyak mengaitkan infeksi bakteri di perut dengan perubahan perilaku menjadi lebih gelisah dan mudah stres.
Berbagai jenis infeksi yang memicu gangguan perilaku antara lain irritable bowel syndrome atau sindrom perut sensitif, yang dalam beberapa penelitian banyak dikaitkan dengan peningkatan risiko autisme. Jadi bukan hanya genetik saja yang berpengaruh, menurut penelitian tersebut autisme juga bisa dipicu oleh infeksi bakteri.
Untuk memastikan hubungan antara isi perut dengan perilaku, para ilmuwan di McMaster University menyuntikkan probiotik untuk mengacaukan keseimbangan mikroba dalam perut tikus. Setelah disuntik, tikus-tikus itu menjadi gelisah namun kurang waspada terhadap ancaman misalnya ketika ada kucing.
Setelah diteliti, perubahan perilaku tersebut terjadi karena otak tikus berhenti memproduksi senyawa Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Senyawa tersebut merupakan sejenis protein di otak yang fungsinya mengatur suasana hati termasuk rasa gelisah.
"Sangat masuk akal. Bakteri memainkan peran penting dalam pencernaan dan pencernaan sangat menentukan produksi berbagai senyawa di otak," ungkap salah seorang peneliti, Prof Gregor Reid seperti dikutip dari Huffingtonpost.
Penelitian ini memang tidak menjelaskan lebih detail jenis-jenis makanan yang sering dikonsumsi dan pengaruhnya pada perilaku, tapi hanya memberikan beberapa contoh. Misalnya karbohidrat dapat memicu produksi serotonin atau hormon rasa senang, serta cokelat yang bisa merangsang hormon endorphin yang memberikan perasaan rileks.
Ungkapan bahwa logistik pengisi perut dapat menentukan logika berpikir tampaknya bukan sekedar lelucon saat rasa lapar mulai mengusik konsentrasi. Penelitian membuktikan, segala sesuatu di dalam perut benar-benar mempengaruhi kerja otak.
Para peneliti dari McMaster University di Kanada membuktikan, berbagai jenis makanan khususnya yang mengandung probiotik dapat mengubah keseimbangan mikroba alami di dalam perut. Perubahan yang terjadi pada koloni mikroba berdampak pada produksi hormon dan enzim, sehingga mempengaruhi otak.
Pengaruhnya pada otak tidak terbatas pada kemampuan berpikir saja, namun kadang-kadang turut menentukan perilaku dan suasana hati. Dugaan ini cukup berdasar, sebab selama ini para ilmuwan banyak mengaitkan infeksi bakteri di perut dengan perubahan perilaku menjadi lebih gelisah dan mudah stres.
Berbagai jenis infeksi yang memicu gangguan perilaku antara lain irritable bowel syndrome atau sindrom perut sensitif, yang dalam beberapa penelitian banyak dikaitkan dengan peningkatan risiko autisme. Jadi bukan hanya genetik saja yang berpengaruh, menurut penelitian tersebut autisme juga bisa dipicu oleh infeksi bakteri.
Untuk memastikan hubungan antara isi perut dengan perilaku, para ilmuwan di McMaster University menyuntikkan probiotik untuk mengacaukan keseimbangan mikroba dalam perut tikus. Setelah disuntik, tikus-tikus itu menjadi gelisah namun kurang waspada terhadap ancaman misalnya ketika ada kucing.
Setelah diteliti, perubahan perilaku tersebut terjadi karena otak tikus berhenti memproduksi senyawa Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Senyawa tersebut merupakan sejenis protein di otak yang fungsinya mengatur suasana hati termasuk rasa gelisah.
"Sangat masuk akal. Bakteri memainkan peran penting dalam pencernaan dan pencernaan sangat menentukan produksi berbagai senyawa di otak," ungkap salah seorang peneliti, Prof Gregor Reid seperti dikutip dari Huffingtonpost.
Penelitian ini memang tidak menjelaskan lebih detail jenis-jenis makanan yang sering dikonsumsi dan pengaruhnya pada perilaku, tapi hanya memberikan beberapa contoh. Misalnya karbohidrat dapat memicu produksi serotonin atau hormon rasa senang, serta cokelat yang bisa merangsang hormon endorphin yang memberikan perasaan rileks.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo