Memakilah dengan Kata Halus Agar Orang Tak Stres
Secara tidak disadari orang seringkali mengumpat untuk meluapkan emosi, entah itu emosi marah, sedih atau bahkan gembira. Namun hati-hati bila ingin meluapkan emosi pilihlah kata-kata yang lebih halus agar orang yang dimaki tidak stres, dari pada mengucapkan bodoh bisa diganti dengan tidak pintar.
Penelitian baru-baru ini menunjukkan kata makian yang negatif dapat menimbulkan respon stres, bahkan ketika itu dilakukan orang secara tidak sengaja.
Penelitian ini melihat reaksi orang terhadap kata-kata makian dibandingkan dengan eufismisme (ungkapan yang lebih halus) dengan makna kata yang sama.
Reaksi emosional yang muncul dari kata-kata makian tersebut diakibatkan dari kata-kata yang diucapkan, bukan dari makna yang disampaikan. Itulah kenapa anak-anak dapat mengingat reaksi orangtuanya ketika mengumpat dengan kata-kata kotor sebelum mengerti apa arti kata-kata itu.
"Segala macam emosi berhubungan dengan kata-kata makian, seiring orang itu tumbuh menjadi dewasa," kata peneliti, Jeff Bowers dari University of Bristol.
Bowers menghubungkan relawan dengan mesin yang akan mengukur tingkat stres dengan cara mengukur banyaknya keringat. Bowers kemudian meminta relawan mengatakan kata-kata makian dan kata-kata eufemisme (ungkapan yang lebih halus) dengan suara keras.
Semua relawan yang terlibat dalam penelitian sangat memahami prosedur penelitian dan seharusnya tidak tersinggung karena sudah diberitahu.
Tapi yang terjadi relawan menunjukkan tingkat stres yang lebih tinggi ketika diminta untuk mengumpat kata-kata kotor daripada ketika diminta untuk mengucapkan kata-kata yang artinya sama tapi dalam bahasa halus (eufemisme).
Bowers mengatakan bahwa perbedaan kadar stres antara kata-kata makian dan eufemisme menunjukkan bahwa manusia tidak hanya menanggapi makna kata dalam makian. Meski maknanya sama, namun karena kata makian lebih berkonotasi negatif orang jadi mudah tersinggung.
"Dalam pandangan kami, eufemisme lebih efektif karena mengganti kata-kata yang menyinggung perasaan dengan kata lain yang mirip secara konseptual. Jika orang merasa tidak nyaman dengan kata-kata tertentu, mereka akan berupaya untuk tidak mengucapkannya, termasuk tidak akan ikut dalam diskusi tentang topik tersebut sama sekali," kata Bowers.
Kajian Bowers ini menyoroti bagaimana dua kata yang memiliki arti sama dapat memancing respons yang berbeda. "Dalam hal hubungan antar manusia, perbedaan yang halus saja dapat membuat segala perbedaan di dunia," pungkasnya seperti dikutip dari The Guardian.
Secara tidak disadari orang seringkali mengumpat untuk meluapkan emosi, entah itu emosi marah, sedih atau bahkan gembira. Namun hati-hati bila ingin meluapkan emosi pilihlah kata-kata yang lebih halus agar orang yang dimaki tidak stres, dari pada mengucapkan bodoh bisa diganti dengan tidak pintar.
Penelitian baru-baru ini menunjukkan kata makian yang negatif dapat menimbulkan respon stres, bahkan ketika itu dilakukan orang secara tidak sengaja.
Penelitian ini melihat reaksi orang terhadap kata-kata makian dibandingkan dengan eufismisme (ungkapan yang lebih halus) dengan makna kata yang sama.
Reaksi emosional yang muncul dari kata-kata makian tersebut diakibatkan dari kata-kata yang diucapkan, bukan dari makna yang disampaikan. Itulah kenapa anak-anak dapat mengingat reaksi orangtuanya ketika mengumpat dengan kata-kata kotor sebelum mengerti apa arti kata-kata itu.
"Segala macam emosi berhubungan dengan kata-kata makian, seiring orang itu tumbuh menjadi dewasa," kata peneliti, Jeff Bowers dari University of Bristol.
Bowers menghubungkan relawan dengan mesin yang akan mengukur tingkat stres dengan cara mengukur banyaknya keringat. Bowers kemudian meminta relawan mengatakan kata-kata makian dan kata-kata eufemisme (ungkapan yang lebih halus) dengan suara keras.
Semua relawan yang terlibat dalam penelitian sangat memahami prosedur penelitian dan seharusnya tidak tersinggung karena sudah diberitahu.
Tapi yang terjadi relawan menunjukkan tingkat stres yang lebih tinggi ketika diminta untuk mengumpat kata-kata kotor daripada ketika diminta untuk mengucapkan kata-kata yang artinya sama tapi dalam bahasa halus (eufemisme).
Bowers mengatakan bahwa perbedaan kadar stres antara kata-kata makian dan eufemisme menunjukkan bahwa manusia tidak hanya menanggapi makna kata dalam makian. Meski maknanya sama, namun karena kata makian lebih berkonotasi negatif orang jadi mudah tersinggung.
"Dalam pandangan kami, eufemisme lebih efektif karena mengganti kata-kata yang menyinggung perasaan dengan kata lain yang mirip secara konseptual. Jika orang merasa tidak nyaman dengan kata-kata tertentu, mereka akan berupaya untuk tidak mengucapkannya, termasuk tidak akan ikut dalam diskusi tentang topik tersebut sama sekali," kata Bowers.
Kajian Bowers ini menyoroti bagaimana dua kata yang memiliki arti sama dapat memancing respons yang berbeda. "Dalam hal hubungan antar manusia, perbedaan yang halus saja dapat membuat segala perbedaan di dunia," pungkasnya seperti dikutip dari The Guardian.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo