Lebih dari sekadar penebar jaring, pesona laba-laba telah lama memukau dan belum sepenuhnya terungkap.
perusahaan\' otomotif asal Jepang, Mazda, tak pernah mengira jika sistem ventilasi mobil menarik perhatian calon pembeli, juga sekawanan laba-laba yellow sac (Cheiracanthium inclusum). Pada awal Maret 2011, Mazda mengeluarkan pernyataan untuk menarik 65.000 unit Mazda6 dari pasar Amerika Utara dan Tengah dengan alasan keselamatan pengendara setelah 20 kasus sarang laba-laba yellow sac ditemukan dalam saluran ventilasinya.
Sarang laba-laba dikhawatirkan menghambat sirkulasi udara dan mendorong daya tekan tangki bahan bakar, yang berpotensi menyebabkan kebocoran dan kebakaran mobil. Tak ada yang tahu mengapa laba-laba yellow sac memilih Mazda6 untuk membangun sarang. “Mungkin mereka ingin pergi zoom-zoom,” kelakar juru bicara Mazda, Jeremy Barnes, menirukan slogan perusahaan\' tersebut.
Laba-laba adalah hewan berkaki delapan dan pemangsa serangga yang tak bersayap. Tak semua laba-laba menghasilkan jaring. Namun semua laba-laba, yang tergolong dalam kelas arachnida, memiliki kesamaan dengan hewan dalam kelas insecta dan myriapoda, yaitu menghasilkan sutera.
Setiap laba-laba memiliki beberapa kelenjar penghasil sutera yang menghasilkan sutera dengan masing-masing fungsi. Ada sutera untuk menangkap atau melemahkan mangsa, sutera draglines—yang memusatkan laba-laba ke jaring dan menopangnya selama beraktivitas, sutera parasut yang terbang membawa bayi laba-laba ke lokasi baru, hingga sutera untuk sarang, kantung telur, dan berhubungan seksual.
Laba-laba telah hidup di bumi hampir tiga ratus juta tahun lalu. Legenda sejak lama menempatkannya sebagai sumber kebahagiaan sekaligus spiritual. Di China, laba-laba dianggap sebagai pembawa keberuntungan, siang maupun malam. Jepang memiliki pandangan serupa, tulis Merrily C. Baird dalam Symbols of Japan: Thematic, Motif and Design. “Keberadaan laba-laba, dalam banyak cerita rakyat di Jepang, menandakan kunjungan seorang sahabat,” tambah Baird.
Bagi para penganut Buddha di Jepang, laba-laba mengajarkan esensi kebaikan seperti tertuang dalam kisah Kumo no Ito (Untaian Benang Laba-Laba) yang ditulis Ryunosuke Akutagawa pada 1918. Alkisah, Sang Buddha, ketika berjalan di taman surga, memandang ke kolam yang memperlihatkan isi neraka. Dia memperhatikan seorang kriminal bernama Kandata, yang ketika hidup di bumi memutuskan untuk tak menginjak seekor laba-laba karena menghargai hidup binatang itu. Karena perbuatan ini, Sang Buddha mengulurkan seuntai benang laba-laba agar Kandata bisa meniti ke surga. Namun Kandata jadi egois. Dia melarang orang lain mengikutinya. Seketika itu pula benang laba-laba putus dan dia terlempar kembali ke neraka.
Laba-laba juga menjadi bagian dalam cerita perjalanan Nabi Muhammad menuju Madinah dari kejaran para prajurit penguasa Mekkah. Ketika Muhammad bersembunyi di sebuah goa, seekor laba-laba memintal jaring yang menutupi lubang masuk goa. Para prajurit yang mengejarnya yakin Muhammad tak berada di dalam goa karena jaring laba-laba terlihat utuh. Muhammad pun selamat. Diterangi sinar bulan dan bintang, dia menemukan jalan keluar dari gua tanpa merusak jaring laba-laba dan mencapai Madinah.
Selain nilai spiritual, ketertarikan akan nilai komersial sutera laba-laba juga telah lama dimulai. François Xavier Bon de Saint Hilaire, ketua Royal Society of Sciences di Montpellier, Prancis, bereksperimen dengan laba-laba untuk memproduksi sutera sebagai bahan pembuatan stoking dan sarung tangan pada 1710.
Hasil eksperimen Bon yang berjudul Examen de la soye des araignées mendapat kritik tajam dari seorang peneliti serangga Prancis, René Antoine Ferchault de Réaumur. Sebagaimana diterjemahkan dan dikutip-ulang Monthly Journal of Agriculture, Volume II, July 1846-June 1847, de Réaumur menyebut tiga kelemahan Bon memilih laba-laba:
“Sifat dasar laba-laba yang ganas menyulitkan pembiakkan dan penempatannya dalam kelompok.”
“Kualitas sutera laba-laba jauh lebih rendah dibandingkan ulat sutera, dari segi kehalusan maupun kekuatannya; kuantitas sutera yang dihasilkan laba-laba juga jauh di bawah jumlah standar untuk keperluan produksi.”
“Sifatnya yang tak dapat digulung seperti sutera ulat, dan harus dibersihkan sebelum dipintal.”
Walau memiliki kelemahan, penelitian Bon diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul A Discourse upon the Usefulness of the Silk of Spiders, yang dimuat dalam publikasi Royal Society of London - Philosophical Transaction (1683-1775).
Penelitian Bon juga diyakini mendorong minat beberapa orang untuk mempraktikkannya. Seorang pastur Prancis bernama Jacob Paul Camboué, misalnya, membawa percobaan ini ke Madagaskar sepanjang 1880-1890. Camboué, bersama mitranya, M. Nogue, membuat sebuah mesin pintal yang digerakkan tangan dengan boks-boks kecil tempat laba-laba memproduksi sutera. Mesin buatan mereka dapat menampung hingga 24 laba-laba betina (golden orb-weavers) untuk satu kali pemintalan tanpa membahayakan nyawa binatang tersebut. Camboué dan Nogue memamerkan mesin pintal dan satu set perlengkapan ranjang berbahan sutera laba-laba dalam pameran internasional Exposition Universelle di Paris, 1889.
“Anak-anak perempuan Madagaskar datang ke taman dekat sekolah mereka setiap hari untuk mengumpulkan tiga hingga 400 laba-laba, yang mereka taruh dalam keranjang anyaman batang pohon willow dengan penutupnya, untuk menghasilkan sutera… Biasanya, setelah mendapat giliran di mesin pintal, laba-laba dikembalikan ke taman untuk beberapa minggu… Benang sutera yang dihasilkan dalam pilinan pertama berwarna emas indah, yang tidak butuh dibersihkan atau persiapan lainnya sebelum menjalani pemintalan. Apakah ini kelak rupa sutera di masa mendatang?” demikian ulasan majalah Literary Digest terhadap karya Camboué dan Nogue.
Sayang, hasil karya ini kini musnah tanpa bekas. Pada September 2009, sejarawan seni Simon Peers dan desainer Nicholas Godley memamerkan hasil tenun sejuta laba-laba betina (golden orb-weavers) Madagaskar di American Museum of Natural History. Peers dan Godley mereplikasi metode dan mesin pintal Camboué dan Nogue. Mereka membutuhkan waktu empat tahun dan biaya mencapai setengah juta dolar untuk menyelesaikan hasil karya sutera laba-laba ini.
Dunia penelitian juga tertarik mempelajari sutera laba-laba dengan fokus yang lebih spesifik yaitu struktur molekuler protein sutera. Di antara beberapa jenis sutera laba-laba, sutera draglines menarik banyak minat penelitian karena karakternya yang ringan, kuat, dan elastis. Beberapa riset membuktikan kekuatannya melebihi besi baja. Selain itu sutera draglines juga lebih ramah lingkungan dan cepat terurai alami dibandingkan serat buatan manusia.
Jika penelitian-penelitian ini berhasil, maka serat sutera draglines dapat dibuat secara artifisial dan ekonomis. Di masa mendatang, sutera draglines sintetik diharapkan akan menjadi bahan dasar berbagai produk yang bermanfaat bagi manusia seperti benang jahit operasi, tali, tambang, parasut, layar perahu, perlengkapan atletik, dan lainnya.
Pesona laba-laba masih belum sepenuhnya terungkap. Beberapa jenis laba-laba pemintal jaring bundar (orb-web) memiliki kekhususan karena menghasilkan stabilimenta atau dekorasi jaring. Stabilimenta, yang bercahaya ketika tertimpa sinar, membuat banyak ilmuwan mempertanyakan fungsinya. Apakah ia merupakan bagian dari strategi penarik mangsa atau pertahanan terhadap predator? Atau sebaliknya, menjadikan laba-laba mudah dimangsa?
Penelitan Catherine L.Craig dalam Limits to learning: effects of predator pattern and colour on perception and avoidance-learning by prey (1994) menyimpulkan laba-laba jenis Argiope argentata mengubah pola dekorasi jaring setiap pagi agar lebih mudah menangkap calon mangsa seperti lebah. Dengan mengubah pola dekorasinya jaringnya tiap hari, lebah menjadi kesulitan menghindari jaring dan mengingat lokasi laba-laba.
Laba-laba hingga kini adalah salah satu predator terbesar di darat, yang berkontribusi menjaga keseimbangan ekosistem agrikultur dari serangan serangga hama tanaman. Namun demikian, beberapa riset menyimpulkan laba-laba rentan terhadap sejumlah pestisida. Penurunan jumlah laba-laba akan berdampak terhadap peningkatan populasi serangga pengganggu tanaman.
Strategi laba-laba mempertahankan hidup, walau masih terus menjadi topik penelitian, membantunya melewati berbagai perubahan. Paling tidak, sampai hari ini.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo