Y3hoo™

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Forum Gaul dan Informasi

INFO UNTUK ANDA

Y3hoo Ada di Facebook

Share Y3hoo ke Twitter

Follow Me

Image hosted by servimg.com

Y3hoo Mailing List

Enter Your Email Address:

Latest topics

» Apa Itu Dejavu
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo

» Tentang Tisu Magic
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta

» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta

» Cara Mengetahui IP address Internet
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia

» Angleng dan Wajit
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta

» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade

» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade

» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo

» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Icon_minitime1Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo

IKLAN ANDA


    Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam

    online
    online


    452
    27.08.09

    Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Empty Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam

    Post  online Mon Jun 09, 2014 8:23 am

    Pulau Mat Belanda Dan Sepenggal Kisah Lokalisasi Tertua Di Batam Bar-sky-dog-di-pulau-amat-belanda
    Bar Sky DOG di Pulau Mat Belanda, Foto: ghazyan.wordpress.com

    Ibarat pepatah hidup segan mati pun enggan, detak jantung kehidupan di pulau Mat Belanda, kelurahan Sekanak Raya, Kecamatan Belakangpadang ini, sudah lemah dan hampir koma. Namun tetap tegar untuk bertahan hidup.

    Lemahnya urat nadi kehidupan di pulau yang di era tahun delapanpuluhan hingga sembilanpuluhan itu, sudah terasa sejak koran ini mencari transportasi laut yang disebut warga sekitar sebagai pancung, perahu bermotor sangkut bertenaga 15 PK  berkapasitas 10 orang, di pelabuhan Tempang, Kampung Tanjung.

    Tempang salah satu pelabuhan pelantar untuk menuju ke pulau yang dikenal masyarakat sekitar dengan nama Pulau Babi. Dengan merogoh kocek Rp15 ribu, dalam waktu kurang dari sepuluh menit anda sudah bisa menginjakan kaki di pelantar-pelantar pulau Mat Belanda. Sejumlah warga di pulau ini hidup dengan menggantungkan rezekinya pada usaha bar remang-remang yang menyuguhkan bir dan hiburan karoake.

    Jangan membayangkan suasana karaoke seperti  yang kerap anda temui di family karaoke yang banyak betebaran di Batam. Apalagi seperti ruangan KTv di ruangan VIP diskotek. Di pulau Mat Belanda, hanya ada sebuah televisi berukuran 20 inchi dan satu pemutar CD atau DVD merek-merek tak terkenal dan beberapa speaker di ruang tamu berukuran sekitar 6×8 meter. Di belakang kamar tamu itu, ruangan panjang yang terdiri dari kamar-kamar.

    Pemandangan yang sama dengan karaoke di Batam adalah kehadiran perempuan-perempuan yang mengkomersilkan dirinya menemani pengunjung minum bir.

    Dan tentu kehadiran perempuan-perempuan itu dengan harapan pengunjungnya akan mengakhiri acara minum dan nyanyinya di ranjang dengan tarif sekitar Rp150 ribu. Ya, dari cerita masyarakat sekitar, Pula Mat Belanda yang sebut-sebut sebagai salah satu pulau  tertua itu, dikenal sebagai pulau berisi lokalisasi yang terkenal. Di puncak kejayaan pulau itu pada rentang waktu tahun delapan puluhan hingga sembilanpuluhan, warga di pulau itu sempat menikmati manisnya rupiah dan dolar Singapura.

    “Dulu banyak sekali apek-apek Singapura dan orang dari mana-mana yang datang ke sini. Hampir semua bar di sini hidup,” kata Anto, warga asli Pulau Mat belanda yang juga tokoh pemuda.

    Katanya, dulu, warga Singapura dengan membawa dolarnya untuk dihamburkan ke pulau itu, tidak hanya sekedar datang untuk “jajan” perempuan saja. Tapi, mereka juga menikah dengan perempuan yang dikenalnya di sana.

    Banyak perempuan bertubuh komersil yang menjadi simpanan apek Singapura. Alasannya adalah untuk mendapatkan dolar mereka.  Tapi, ada juga yang akhirnya hidup bersama sebagai sebuah keluarga.

    Anto, adalah salah satu warga yang tetap bertahan hidup di pulau itu. Ia mengabaikan kesempatan mengais rejeki di seberang pulau kelahirannya yang lebih menjanjikan.

    “Saya ingin pulau ini bisa seperti dulu lagi. Sekarang kami sedang berpikir mencari jalan untuk mewujudkan itu. Dan kami berharap pemerintah mau membantu kami,” katanya.

    Di Mat Belanda, kini, hanya tinggal sekitar enam bar yang masih bertahan di tengah sepinya pulau itu. Kehidup di pulau itu terasa berdetak saat sore hari tiba hingga malam saja. Saat para buruh-buruh yang bekerja di proyek-proyek besar membangun resort pulau-pulau sekitar melepas penatnya usai menerima upah. Dan warga-warga pulau sekitar yang sengaja datang untuk bersenang-senang.

    “Sekarang sudah jarang ada apek-apek yang datang. Paling satu dua orang saja dalam seminggu atau sebulan,” ujar Anto di tengah siang Kamis (5/6) lalu.

    Keluh yang sama juga diucapkan perempuan berusia di bawah tigapuluhan tahun ini, sebut saja namanya, Rina. Bila dulu dalam sehari Rina hapir tidak punya waktu untuk istirahat di siang hari karena melayani pengunjungnya, kini, ia bisa hanya tidur-tiduran di dalam kamar transaksinya yang juga tempat tinggalnya di pulau itu, hingga dua atau tiga hari tanpa ada tamu, sambil menonton televisi ditemani berbungkus-bungkus rokok.

    “Kadang seminggu pun hanya satu atau dua tamu,” tambahnya.

    Namun, warga seperti Anto yang memilih tidak hengkang dari Mat Belanda yang enggan untuk terus hidup namun segan untuk mati itu, punya alasan lain untuk tetap tinggal di atas rapuhnya papan pelantar dan tonggak-tonggak penyangga rumah-rumah bar Mat Belanda.

    “Kalau tidak kami pertahankan ini, kasihan adik-adik perempuan kita. Kami khawatir akan banyak adik-adik perempuan kita yang nanti akan hamil di luar nikah. Bahkan, mungkin hingga menjadi korban pemerkosaan,” katanya. Yang bisa dilakukan Anto untuk Mat Belanda saat ini adalah, menjaga agar suasana di pulau itu tetap aman di antara para pengunjung yang mabuk. Anto juga bersikap ramah pada semua pengunjung, dan mau mengantarkan para pengunjung baru ke bar-bar yang ada atau pengunjung yang hanya sekedar ingin tahu tentang pulau itu.

    Harapannya, pulau itu bisa hidup lagi dengan detak jantung yang lebih kencang agar warga di pulau itu tidak segan lagi untuk hidup, dan lebih banyak warga aslinya yang tetap tinggal menetap di pulunya sendiri.

      Waktu sekarang Fri Nov 15, 2024 12:57 pm