Otak Gay dan Heteroseks Berbeda Saat Cium Bau Keringat
Penampilan laki-laki yang menyukai sesama jenis alias gay kadang terlihat sama seperti laki-laki heteroseks yang menyukai lawan jenis. Perbedaan keduanya hanya bisa diketahui dari aktivitas otak, terutama saat mencium bau keringat.
Penampilan saja tidak bisa menentukan orientasi seks seorang laki-laki. Jika dulu gay identik dengan kaus ketat, celana jins ketat, sandal dan juga tas bahu, kini tak semua gay memiliki ciri-ciri seperti itu. Beberapa di antaranya bahkan terlihat sama dengan laki-laki pada umumnya.
Seperti dikutip dari NYTimes, sangat sulit membedakan antara laki-laki gay dengan laki-laki heteroseks berdasarkan penampilan, karena laki-laki normal bisa saja berpenampilan seperti gay, begitu pun sebaliknya.
Banyak juga yang menyamakan antara gay dengan metroseksual yang mengarah pada hal-hal feminin seperti pergi ke salon atau memakai pakaian berwarna merah muda. Padahal gay tidak bisa disamakan dengan metroseksual, karena gay memiliki perbedaan pada orientasi seksualnya dan bukan sekedar pada selera berpenampilan.
Sebuah studi tahun 2005 menuturkan salah satu hal yang membedakan laki-laki gay dengan heteroseks adalah respons yang berbeda ketika mencium bau keringat laki-laki.
Ketika laki-laki homoseksual mencium bau keringat sesamanya, maka otak laki-laki homoseksual akan merespons bahan kimia dalam hormon testosteron sama seperti respons perempuan terhadap laki-laki.
Hasil temuan ini menunjukkan bahwa aktivitas otak dan orientasi seksual saling berhubungan. Senyawa dalam testosteron akan mengaktifkan hipotalamus pada laki-laki homoseks dan perempuan heteroseks, tapi tidak pada laki-laki heteroseks. Sebaliknya senyawa estrogen lah yang mengaktifkan hipotalamus pada laki-laki heteroseks.
"Ini menunjukkan respons fisiologis yang berbeda terhadap stimulus eksternal yang sama, respons ini terjadi di wilayah otak yang terlibat dalam perilaku reproduksi," ujar Ivanka Savic, ahli saraf dari Karolinska Institute, seperti dilansir nationalgeographic.com.
Satu hal yang perlu diingat adalah stereotip seringkali tidak mencerminkan realitas yang ada, seseorang yang muncul dengan stereotip gay mungkin saja tidak dan sebaliknya. Meskipun sulit menentukan apakah seseorang gay atau heteroseks, kadang insting bisa memberikan jawabannya.
Penampilan laki-laki yang menyukai sesama jenis alias gay kadang terlihat sama seperti laki-laki heteroseks yang menyukai lawan jenis. Perbedaan keduanya hanya bisa diketahui dari aktivitas otak, terutama saat mencium bau keringat.
Penampilan saja tidak bisa menentukan orientasi seks seorang laki-laki. Jika dulu gay identik dengan kaus ketat, celana jins ketat, sandal dan juga tas bahu, kini tak semua gay memiliki ciri-ciri seperti itu. Beberapa di antaranya bahkan terlihat sama dengan laki-laki pada umumnya.
Seperti dikutip dari NYTimes, sangat sulit membedakan antara laki-laki gay dengan laki-laki heteroseks berdasarkan penampilan, karena laki-laki normal bisa saja berpenampilan seperti gay, begitu pun sebaliknya.
Banyak juga yang menyamakan antara gay dengan metroseksual yang mengarah pada hal-hal feminin seperti pergi ke salon atau memakai pakaian berwarna merah muda. Padahal gay tidak bisa disamakan dengan metroseksual, karena gay memiliki perbedaan pada orientasi seksualnya dan bukan sekedar pada selera berpenampilan.
Sebuah studi tahun 2005 menuturkan salah satu hal yang membedakan laki-laki gay dengan heteroseks adalah respons yang berbeda ketika mencium bau keringat laki-laki.
Ketika laki-laki homoseksual mencium bau keringat sesamanya, maka otak laki-laki homoseksual akan merespons bahan kimia dalam hormon testosteron sama seperti respons perempuan terhadap laki-laki.
Hasil temuan ini menunjukkan bahwa aktivitas otak dan orientasi seksual saling berhubungan. Senyawa dalam testosteron akan mengaktifkan hipotalamus pada laki-laki homoseks dan perempuan heteroseks, tapi tidak pada laki-laki heteroseks. Sebaliknya senyawa estrogen lah yang mengaktifkan hipotalamus pada laki-laki heteroseks.
"Ini menunjukkan respons fisiologis yang berbeda terhadap stimulus eksternal yang sama, respons ini terjadi di wilayah otak yang terlibat dalam perilaku reproduksi," ujar Ivanka Savic, ahli saraf dari Karolinska Institute, seperti dilansir nationalgeographic.com.
Satu hal yang perlu diingat adalah stereotip seringkali tidak mencerminkan realitas yang ada, seseorang yang muncul dengan stereotip gay mungkin saja tidak dan sebaliknya. Meskipun sulit menentukan apakah seseorang gay atau heteroseks, kadang insting bisa memberikan jawabannya.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo