Kurukshetra, sebuah daratan suci bagi umat Hindu di Haryana (India). Konon di tempat inilah perang Baratayuda berlangsung dan sloka-sloka dalam kitab Bhagawadgita diturunkan
Perang di Kurukshetra (Dewanagari: कुरुक्षेत्रयुद्ध; IAST: Kurukṣētrayud'dha), yang merupakan bagian penting dari wiracarita Mahabharata, dilatarbelakangi perebutan kekuasaan antara lima putra Pandu (Pandawa) dengan seratus putra Dretarastra (Korawa). Dataran Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini masih bisa dikunjungi dan disaksikan sampai sekarang. Kurukshetra terletak di negara bagian Haryana, India.
Pertempuran tersebut tidak diketahui dengan pasti kapan terjadinya, sehingga kadang-kadang disebut terjadi pada "Era Mitologi". Beberapa peninggalan puing-puing di Kurukshetra (seperti misalnya benteng) diduga sebagai bukti arkeologinya. Menurut kitab Bhagawadgita, perang di Kurukshetra terjadi 3000 tahun sebelum tahun Masehi (5000 tahun yang lalu) dan hal tersebut menjadi referensi yang terkenal.
Meskipun pertempuran tersebut merupakan pertikaian antar dua keluarga dalam satu dinasti, namun juga melibatkan berbagai kerajaan di daratan India pada masa lampau. Pertempuran tersebut terjadi selama 18 hari, dan jutaan tentara dari kedua belah pihak gugur. Perang tersebut mengakibatkan banyaknya wanita yang menjadi janda dan banyak anak-anak yang menjadi anak yatim. Perang ini juga mengakibatkan krisis di daratan India dan merupakan gerbang menuju zaman Kaliyuga, zaman kehancuran menurut kepercayaan Hindu.
Latar belakang
Perang di Kurukshetra merupakan klimaks dari Mahābhārata, sebuah wiracarita tentang pertikaian Dinasti Kuru sebagai titik sentralnya. Perebutan kekuasaan yang merupakan penyebab perang ini, terjadi karena para putra Dretarastra tidak mau menyerahkan tahta kerajaan Kuru kepada saudara mereka yang lebih tua, yaitu Yudistira, salah satu lima putra Pandu alias Pandawa. Nama Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini bermakna "daratan Kuru", yang juga disebut Dharmakshetra atau "daratan keadilan". Lokasi ini dipilih sebagai ajang pertempuran karena merupakan tanah yang dianggap suci oleh umat Hindu. Dosa-dosa apa pun yang dilakukan di sana pasti dapat terampuni berkat kesucian daerah ini.
Dalam kitab Mahabharata disebutkan bahwa pangeran Dretarastra yang buta sejak lahir terpaksa menyerahkan takhta kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura kepada adiknya, Pandu, meskipun dia merupakan putra sulung. Pandu berputra lima orang, yang dikenal dengan sebutan Pandawa, dengan Yudistira sebagai putra sulung. Setelah Pandu wafat, Dretarastra menggantikan posisinya sebagai kepala pemerintahan sementara sampai kelak putra sulung Pandu dewasa.[2] Kelima putra Pandu (Pandawa) dan seratus putra Dretarastra (Korawa) tinggal bersama di istana Hastinapura dan dididik oleh guru yang sama, bernama Drona dan Krepa. Disamping itu, mereka dibimbing oleh seorang bijak bernama Bisma, kakek mereka. Oleh guru dan kakeknya, Yudistira dianggap pantas meneruskan takhta Kerajaan Kuru, sebab ia berkepribadian baik. Disamping itu, Yudistira merupakan pangeran yang tertua di antara saudara-saudaranya.
Para Korawa, khususnya Duryodana, berambisi menguasai takhta Dinasti Kuru. Namun ambisi tersebut terhalangi sebab Yudistira dipandang lebih layak menjadi Raja Kuru daripada Duryodana. Untuk mewujudkan ambisinya, Duryodana berusaha menyingkirkan Yudistira dan para Pandawa dengan berbagai upaya, termasuk melakukan usaha pembunuhan. Namun kelima putra Pandu tersebut selalu selamat dari kematian, berkat perlindungan dari pamannya dan sepupu mereka, yaitu Widura dan Kresna.
Sebuah pohon beringin yang dikeramatkan di Kurukshetra, yang dianggap sebagai saksi bisu saat Sri Kresna menurunkan sloka-sloka suci dalam kitab Bhagawadgita, sesaat sebelum perang berlangsung.
Setelah gagal dalam usaha pembunuhan, kemudian Korawa memutuskan untuk menipu para Pandawa dengan cara mengajak mereka bermain dadu, dengan syarat yang kalah harus meninggalkan istana selama tiga belas tahun. Permainan dadu yang sudah disetel dengan licik mengakibatkan Pandawa kalah, sehingga mereka harus meninggalkan kerajaan selama tiga belas tahun dan terpaksa mengasingkan diri ke hutan. Sebelum Pandawa dibuang, Dretarastra berjanji akan menyerahkan takhta kerajaan Kuru kepada Yudistira sebab ia merupakan putra mahkota Dinasti Kuru yang sulung.
Setelah masa pengasingan selama tiga belas tahun berakhir, sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak meminta kembali kerajaannya. Namun Duryodana menolak mentah-mentah untuk menyerahkan kembali kerajaannya. Meskipun mendapatkan tanggapan seperti itu, Yudistira dan adik-adiknya masih mampu bersabar. Sebagai seorang pangeran, Pandawa merasa wajib dan berhak turut serta\' dalam administrasi pemerintahan, maka mereka meminta lima buah desa saja. Tetapi Duryodana sombong dan berkata bahwa ia tidak bersedia memberikan tanah kepada para Pandawa, bahkan yang seluas ujung jarum pun. Jawaban itu membuat para Pandawa tidak bisa bersabar lagi dan perang tak bisa dihindari. Di pihak lain, Duryodana pun sudah mengharapkan peperangan.
Misi damai Sri Kresna
Sebelum keputusan untuk berperang diumumkan, para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat permohonan kepada para raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang tidak batal dilakukan. Begitu juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak Korawa.
Sementara itu, Kresna mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan Widura.
Setelah Kresna meninggalkan istana Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.
Sebuah ilustrasi kereta perang yang digunakan saat perang di Kurukshetra. Lukisan ini menggambarkan Kresna yang sedang menjadi kusir kereta Arjuna. Lukisan dibuat sekitar abad ke-18.
Kresna tidak bersedia bertempur secara pribadi. Ia mengajukan pilihan kepada para Pandawa dan Korawa, bahwa salah satu boleh meminta pasukan Kresna yang jumlahnya besar sementara yang lain boleh memanfaatkan tenaganya sebagai seorang ksatria. Mendapat kesempatan itu, Arjuna dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memilih salah satu dari dua pilihan tersebut.
Duryodana jenius di bidang politik, maka ia memilih tentara Kresna. Sedangkan para Pandawa yang diwakili Arjuna, bersemangat untuk meminta tenaga Sri Kresna sebagai seorang penasihat dan memintanya agar bertempur tanpa senjata di medan laga. Sri Kresna bersedia mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas.
Pandawa telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas divisi. Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka, Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya, Chedi, Pandya dan wangsa Yadu dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja Pragjyotisha, Raja Angga, Raja Kekaya, Raja Sindhu, kerajaan Kosala, Kerajaan Awanti, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja, dan masih banyak lagi.
Pihak Pandawa
Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh aksohini (divisi). Setiap aksohini dipimpin oleh Raja Drupada dan kedua putranya — Pangeran Drestadyumna dan Pangeran Srikandi — dari Panchala, Raja Wirata dari Matsya, Satyaki, Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan para pemimpin mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan Pandawa. Kitab Mahabharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan India utara bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar. Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, dan masih banyak lagi.
Pihak Korawa
Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa ketika ia bertarung dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para Pandawa. Bisma juga tidak ingin bertarung di sisi Karna dan tidak akan membiarkannya menyerang Pandawa tanpa aba-aba darinya. Bisma juga tidak ingin dia dan Karna menyerang Pandawa bersamaan dengan ksatria Korawa lainnya. Ia tidak ingin penyerangan secara serentak dilakukan oleh Karna dengan alasan bahwa kasta Karna lebih rendah daripada kastanya. Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi keadaan Bisma dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Pasukan dibagi menjadi sebelas divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya — Dursasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran tersebut Korawa dibantu oleh Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa — Jayadrata, serta\' guru mereka — Krepa. Selain itu, turut pula Kertawarma dari Wangsa Yadawa, Salya dari Madra, Sudaksina dari Kamboja, Burisrawa putra Somadatta, Raja Bahlika, Sangkuni dari Gandhara, Wrehadbala Raja Kosala, Winda dan Anuwinda dari Awanti, dan masih banyak lagi para ksatria dan raja yang memihak Korawa demi Hastinapura maupun Dretarastra.
Peta kerajaan pada zaman India kuno. Seluruh kerajaan menjadi dua kelompok yang memihak Korawa maupun Pandawa. Daratan Kurukshetra terletak di sebelah utara.
Pihak netral
Kerajaan Widarbha dan rajanya, Raja Rukmi, selayaknya kakak Kresna, Baladewa, adalah pihak yang netral dalam peperangan tersebut.
Divisi pasukan dan persenjataan
Setiap pihak memiliki jumlah pasukan yang besar. Pasukan tersebut dibagi ke dalam aksohini (divisi). Setiap aksohini berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari:
- 21.870 pasukan berkereta kuda
- 21.870 pasukan penunggang gajah
- 65.610 pasukan penunggang kuda
- 109.350 tentara darat (infantri)
Perbandingan jumlah mereka adalah 1:1:3:5. Pasukan Pandawa memiliki 7 divisi, dengan total pasukan 1.530.900 prajurit. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, dengan total pasukan 2.405.700 prajurit. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam perang adalah 3.936.600 orang. Jumlah pasukan yang terlibat dalam perang sangat banyak, sebab divisi pasukan kedua belah pihak merupakan gabungan dari divisi pasukan kerajaan lain diseluruh daratan India.
Senjata yang digunakan dalam perang di Kurukshetra merupakan senjata kuno dan primitif, contohya: panah, tombak, pedang, golok, kapak-perang, gada, dan sebagainya. Para ksatria terkemuka seperti Arjuna, Bisma, Karna, Aswatama, Drona, dan Abimanyu, memilih senjata panah karena sesuai dengan keahlian mereka. Bima dan Duryodana memilih senjata gada untuk bertarung. Meskipun demikian, tidak selamanya ksatria tersebut hanya menggunakan satu jenis senjata saja. Kadangkala, Bima menggunakan panah, sedangkan Abimanyu menggunakan pedang.
Mon Nov 23, 2020 5:23 am by y3hoo
» Tentang Tisu Magic
Wed Jul 17, 2019 7:29 am by jakarta
» Ini 5 Tata Cara Makan Gaya China yang Penting Ditaati
Tue Sep 11, 2018 11:37 am by jakarta
» Cara Mengetahui IP address Internet
Fri Aug 03, 2018 11:31 am by alia
» Angleng dan Wajit
Mon Jul 23, 2018 10:40 am by jakarta
» Penginapan-penginapan Unik dan Recommended di Cikole, Lembang
Mon Jul 09, 2018 11:59 am by flade
» Tips Bercinta dari Wanita yang Sudah Survei ke Lebih dari 10 Ribu Pria
Thu Jun 21, 2018 2:57 pm by flade
» Cara Menghilangkan Activate Windows 10
Fri Jun 15, 2018 2:08 pm by y3hoo
» Selamat Hari Raya Idul fitri 1439 H /2018 M
Thu Jun 14, 2018 9:40 am by y3hoo